Jumat, 30 Juni 2023

Beruang Ikan

 



Kan, kalau butuh teman bilang

Tapi kau keras kepala

Suara hatimu semakin tak terdengar, Kan

Lalu bagaimana kau bisa mendengarkanku?

Kan, kalau butuh teman bilang

Pikiranmu itu sudah rusak dan usang

Tidak semua makhluk itu racun, Kan

Sudah kau jawab pertanyaan si Hindia itu?

Kan, kalau butuh teman bilang

Kau hampir mati

Lihat! Laut sudah dekat, Kan

Bergeraklah, Kan! Kau dengar aku kan?

****

“Hidup itu hanya tentang dua hal, ya. Kalau tidak senang, ya, sedih. Kalau tidak benar, ya, salah. Kalau tidak punya teman, ya, sendiri. Kalau tidak kerja, ya, pengangguran.”

Seekor beruang ikan bergegas menuju laut dan menenggelamkan kepalanya ke dalam. Agak lama.

“Kalau tidak jadi ikan, ya, jadi beruang.”

Di tempat lain, seorang perempuan muda yang sedang bermeditasi, terbelalak matanya.  Bayangan apa muncul tadi ? Seekor beruang atau ikan? Dia bisa bicara? Aku sedang bermeditasi atau berimajinasi, ya?

Perempuan muda itu melihat boneka beruang yang didudukkan di sebelah tumpukan bantalnya. Teddy, apakah tadi itu kamu? tanyanya dalam hati, melototi boneka beruang, berharap boneka itu bisa berbicara seperti bayangan yang muncul tadi. 

Tiga puluh detik. Tidak ada suara. Perempuan muda itu memasang wajah kecewa. Ia bangkit menuju kasurnya dan menghempaskan badannya ke kasur. Ia menutupi wajahnya. Masih tidak habis pikir dengan bayangan yang ia lihat tadi. 

Akhir-akhir ini, hidupnya memang sedang tidak baik-baik saja. Ia baru saja putus dari pacarnya. Dan, ia masih tinggal di rumah. Ya, rumah yang isinya ibu kandung, ayah angkat, adik-adik,dan banyak problematikanya yang tak pernah usai, yang ada entah sejak kapan. Duduk bersila, bermeditasi, lalu menulis jurnal adalah rutinitas malamnya untuk menjaga kewarasannya. 

Ia memandang langit-langit kamarnya. Apa aku sudah gila? tanyanya pada dirinya sendiri. Malam ini ia memutuskan untuk tidak menulis jurnalnya. Ia memilih tenggelam dalam pikirannya sendiri mengenai bayangan tadi, hingga akhirnya ia tertidur. 

****

“Bertahan hidup ternyata sesulit ini, ya? Tapi untuk apa aku bertahan disini? Tidakkah berada di dalam air lebih menyenangkan?”

Terdengar suara anak-anak burung pelikan dari kejauhan. Itu adalah panggilan alam untuknya. Tanpa menunggu kelompok anak burung pelikan sampai di pantai, beruang ikan masuk ke dalam laut. Berenang bebas, menggerakkan tangan beruangnya dan ekor ikannya, menikmati keindahan bawah laut. Berenang adalah satu-satunya hal yang menyenangkan hatinya, satu-satunya alasan untuknya bertahan hidup. Berenang mencari ikan kecil untuk tiga anak burung pelikan yang malang karena ibunya mati keracunan.

Beruang ikan keluar dari  laut lalu menghampiri anak burung pelikan yang sudah menunggu di tepian pantai. Sesampainya di sana, ia memuntahkan beberapa ikan kecil dari dalam mulutnya. Ia tersenyum bahagia, selalu ada kepuasan tersendiri saat melihat ketiga anak burung pelikan bisa makan dengan lahap. 

“Apakah aku hidup hanya untuk memberi makan anak pelikan ini?”

Beruang lalu berlari menuju laut. Ia menenggelamkan wajahnya lagi.

“Kalau aku selamanya tinggal di laut dan sesekali naik ke darat untuk mencari makan, bagaimana nasib anak-anak burung pelikan itu?”

Ia menenggelamkan wajahnya lagi. 

“Bodoh! Kamu itu ikan. Topengmu saja yang berbentuk beruang. Harusnya kamu di laut. Di laut juga ada tumbuhan, kan? Kamu bisa makan tumbuhan laut. Kenapa harus memikirkan anak burung pelikan kalau dirimu saja menderita dan hampir mati setiap saat.”

Nafas beruang tersengal. Setetes dua tetes air mengalir dari kedua matanya.

Perempuan muda itu tersentak. Matanya terbelalak lagi. Aku sedang bermeditasi atau berimajinasi ya?

Tak ingin ambil pusing,wanita itu memilih membaringkan diri di kasur dan mencoba untuk segera tidur agar tidak berpikir dan mempertanyakan bayangan yang ia lihat tadi.

****

“Kenapa masih diam saja? Tidakkah kamu tahu kamu tidak pernah bahagia?” 

Beruang menenggelamkan wajahnya. Agak lama. 

“Kamu itu cocoknya jadi pelukis bukan social media specialist” 

Untuk ketiga kalinya, mata perempuan muda itu terbelalak. Tadi beruang ikan berbicara padaku? Ia menampar pipi kirinya.”Aw,” keluhnya kesakitan. Ia menampar pipi kanannya lagi, dan mengeluh kesakitan juga.

“Aku sedang bermeditasi atau berimajinasi,ya?” 

Mengingat kalimat yang diucapkan beruang ikan tadi, matanya langsung tertuju pada kain putih yang menutupi sebuah benda yang tak lain adalah lukisan terbaiknya. Ia sengaja menutup lukisan itu dengan kain putih supaya dia lupa, supaya ia tidak melukis lagi karena dengan melukis membuatnya tidak fokus bekerja. Ya, pekerjaan tetapnya sekarang sebagai social media specialist di salah satu brand skincare sudah menghasilkan uang. Tidak banyak, tetapi setidaknya cukup untuk biaya hidupnya dan tambahan untuk biaya dapur keluarganya. Kalau sejak dulu ia fokus melukis, ia mungkin belum menghasilkan uang atau bahkan bisa jadi penghasilannya lebih banyak, siapa yang tahu? 

“Ah anak TK pun bisa melukis, Lis. Ngapain kamu ngelukis? Penghasilannya gak tetap, loh. Mending kamu kerja kantoran aja, sudah pasti dapat gaji setiap bulan.” Begitu ibunya menasehatinya ketika ia mengungkapkan keinginannya untuk melukis, dulu.

Ia menatap sambil menyentuh lukisannya, dari kiri ke atas, lalu ke kanan, dan ke bawah. Tanpa ada aba-aba, air matanya turun. 

Kamu itu cocoknya jadi pelukis bukan jadi social media specialist.

Kalimat beruang ikan itu terngiang-ngiang di kepalanya, membuat tangisnya pecah lalu terduduk di dekat lukisannya.

Ia teringat hari-hari di mana ia beradu pendapat dengan mantan pacarnya mengenai lukisannya dan masa depannya. 

“Kamu punya bakat dalam hal melukis, Lis. Banyak yang suka. Bahkan temanku ada yang ingin membelinya. Kamu bisa melukis, jualan lukisan dan jadikan itu side hustle kamu. Nanti kalau sudah oke penghasilan dari melukis, kamu bisa resign dari kantor dan fokus melukis. Seumur hidup kamu bisa melukis, Lis”

“Kamu itu pengecut, Lis. Kan, bisa kamu ngekos dekat kantor, trus pulang ke rumah sekali seminggu. Biar kamu gak capek di jalan, biar kamu punya waktu sendiri. Kamu juga bisa memantau keadaan rumah dengan video call ke mereka, kan? Kalau kamu mau, sekali atau dua kali seminggu aku bisa antar jemput kamu ke rumah kamu.”

“Maaf, Lis. Aku gak bisa hidup sama orang yang gak bisa memutuskan sesuatu untuk dirinya sendiri. Aku gak bisa mencintai orang yang belum mencintai dirinya sendiri.”

Tangisnya menjadi-jadi, kali ini diiringi dengan sesak di dada dan sakit kepala. Ia membenarkan posisinya, duduk tegak, dan menarik nafas panjang, berharap tangisnya bisa berhenti dalam satu tarikan nafas panjang.Ia mencoba untuk bermeditasi, entah bermeditasi atau berimajinasi, tujuannya adalah bisa berbicara pada beruang ikan. 

Dua menit keheningan itu berlangsung, namun gagal. Ia tidak bisa fokus, tangisnya semakin tidak terbendung. Ia lalu mengusap pipinya yang basah dengan tisu lalu berjalan menuju meja kerjanya. Dicarinya buku jurnalingnya, dan dituliskannya pesan untuk beruang ikan. Ia menulis sambil menangis. Kata demi kata dituliskannya tanpa perlu memikirkan apakah kalimat ini sudah sesuai kaida EYD atau tidak.Ditulisnya saja apa yang terlintas di pikirannya. Sesekali ia berhenti menulis untuk mengusap air yang membanjiri pipinya.

Beruang ikan. Terimakasih sudah datang dan membuatku sadar. Aku sudah terlalu jauh berjalan dari rumahku. Entah, sebenarnya aku tidak paham rumah yang mana maksudku, namun aku bisa rasa aku sedang berada di jalan yang tidak seharusnya aku pilih. Kamu ajaib! Kamu tahu isi hatiku. Bertahun-tahun hatiku selalu memintaku untuk fokus melukis tapi tidak pernah kuindahkan permintaannya. Aku terlalu terpaku pada logikaku dan kata orang-orang sekitarku. Sekarang keadaanku semakin tidak baik, aku sudah kehilangan banyak hal dan banyak orang, masih bisakah aku mengejar mimpiku untuk menjadi pelukis? Beruang ikan, aku tidak yakin pada diriku sendiri, bisakah kau yakinkan aku? Datang lah lagi beruang ikan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menemui Mey 2022

  Ruang persegi yang kecil dan gelap. Aku tidak asing dengan tempat ini. Tempatku menangis, tertawa, mengerjakan skripsi, dan tempatku tidak...