“Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri
tidak dapat Ia selamatkan.”-Markus 15:31
Menurutku, ayat di atas
merupakan penggambaran manusia pada umumnya. Sering sekali kita tidak bisa
menyelamatkan diri kita sendiri ketika sedang dalam masalah, tetapi kita sering
menyelamatkan orang lain ketika dalam masalah. Kita bisa membantu teman kita
untuk keluar dari masalahnya, tetapi kita tidak bisa keluar dari masalah kita
sendiri.
Selama ini, aku selalu
beranggapan kalau aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri, tidak butuh bantuan
orang lain. Aku memendamnya, menganggapnya sudah selesai, melupakannya, mencari
pelarian. Sampai di satu titik, masalah itu beranak pinak, semakin rumit sampai
aku tidak tahu akar masalahnya ada di mana.
Dulu, aku mengira
masalah terbesarku adalah kehilangan sosok bapak. Ternyata tidak. Masalahku
adalah kejadian-kejadian setelah kepergian bapak. Banyak yang berubah, banyak
yang pergi, banyak yang hilang. Bahkan, aku sempat kehilangan mimpiku, kehilangan
kepercayaan sama Tuhan.
Sebenarnya, aku sudah
sadar tentang semua masalah-masalah itu, yang membuatku hebat mencari pelarian,
tanpa pernah berpikir untuk ikhlas menerimanya. Ada beberapa masalah yang sudah
berhasil kuterima keberadaannya, tetapi lebih banyak lagi yang masih belum
kuterima.
Aku sadar, terlalu
banyak yang kulupakan selama ini, terlalu banyak yang luput dari pemikiranku.
Aku terlalu asyik berlari, tanpa ingin berdamai. Pertanyaan yang paling sering
muncul di kepalaku adalah, “bagaimana caranya untuk menerima?” Pertanyaan yang
jawabannya gak cuma, “sibuk-in diri kamu, capek-in diri kamu.” Jawabannya lebih
dari itu, yaitu, “ikuti prosesnya, izinkan Tuhan menjadi penyembuh melalui
tangan-tangan manusia yang Ia kirim ke hidupku karena aku tidak pernah bisa sembuh
sendiri, aku butuh penyembuh untuk sembuh.” Semua penyembuh begitu, akan selalu
butuh penyembuh untuk sembuh dari lukanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar