Aku
bulan, kamu matahari. Aku bersinar di malam hari. Sinar yang kudapat dari
pantulan sinarmu. Kamu yang mengirimkan sinarmu lalu mati agar aku bisa hidup
dan dikagumi saat malam tiba. Manusia memuji sinarku yang membuat malam tidak selalu
gelap.“Meskipun bulan sendiri, ia bisa bersinar indah” pikir mereka. Kupikir,
sudah seharusnya mereka lebih mengagumimu daripada aku. Tanpa sinar dan
kematianmu dimalam hari, aku hanyalah benda langit yang penuh dengan luka, berlubang, dan bahkan tanda-tanda kehidupan pun tidak ada di dalam diriku.
Saat
fajar, aku melihatmu mengintip di ufuk timur. Lalu kamu menyingkirkanku sebelum
kamu benar-benar hidup kembali. Saat senja, aku menyerap semua sinarmu yang
tertinggal sebelum kamu mati. Iya, aku menangis saat melihatmu mati, namun aku
harus tetap bersinar untuk langit dan mereka yang patah hati. Cukuplah aku saja
yang patah hati tanpa penghiburan, manusia-manusia itu jangan.
Awalnya,
aku sedih saat kamu menyingkirkanku dari kehidupanmu. Namun sekarang aku sadar.
Langit memberitahuku, kalau kamu melakukan hal itu karena kamu mencintaiku.
Kamu tidak ingin aku terbakar karena panasmu yang berlebihan. Itulah kita. Kamu
yang rela mati untuk keindahanku dan aku yang selalu menunggu dan merindukan kehangatanmu
dimalam hari. Aku bulan, kamu matahari. Kita tidak pernah bertemu, tidak pernah
bersama, meskipun bersinar di langit yang sama. Akan seperti ini untuk
selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar