Selasa, 31 Juli 2018

Matahari dan Bulan




Aku bulan, kamu matahari. Aku bersinar di malam hari. Sinar yang kudapat dari pantulan sinarmu. Kamu yang mengirimkan sinarmu lalu mati agar aku bisa hidup dan dikagumi saat malam tiba. Manusia memuji sinarku yang membuat malam tidak selalu gelap.“Meskipun bulan sendiri, ia bisa bersinar indah” pikir mereka. Kupikir, sudah seharusnya mereka lebih mengagumimu daripada aku. Tanpa sinar dan kematianmu dimalam hari, aku hanyalah benda langit yang penuh dengan luka, berlubang, dan bahkan tanda-tanda kehidupan pun tidak ada di dalam diriku.


Saat fajar, aku melihatmu mengintip di ufuk timur. Lalu kamu menyingkirkanku sebelum kamu benar-benar hidup kembali. Saat senja, aku menyerap semua sinarmu yang tertinggal sebelum kamu mati. Iya, aku menangis saat melihatmu mati, namun aku harus tetap bersinar untuk langit dan mereka yang patah hati. Cukuplah aku saja yang patah hati tanpa penghiburan, manusia-manusia itu jangan.

Awalnya, aku sedih saat kamu menyingkirkanku dari kehidupanmu. Namun sekarang aku sadar. Langit memberitahuku, kalau kamu melakukan hal itu karena kamu mencintaiku. Kamu tidak ingin aku terbakar karena panasmu yang berlebihan. Itulah kita. Kamu yang rela mati untuk keindahanku dan aku yang selalu menunggu dan merindukan kehangatanmu dimalam hari. Aku bulan, kamu matahari. Kita tidak pernah bertemu, tidak pernah bersama, meskipun bersinar di langit yang sama. Akan seperti ini untuk selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menemui Mey 2022

  Ruang persegi yang kecil dan gelap. Aku tidak asing dengan tempat ini. Tempatku menangis, tertawa, mengerjakan skripsi, dan tempatku tidak...